Penelitian mengenai khasiat tempe sudah banyak dilakukan dan dibuktikan. Berikut ini adalah sebuah tulisan mengenai khasiat tempe yang saya ambil dari agromedia.net yang merupakan suatu hasil dari sebuah penelitian. Tanpa ada maksud apa-apa. Hanya ingin berbagi pengetahuan.
Tempe, Makanan Rakyat Pencegah Kanker
Bastomy Ali Burhan
Universitas Jember (Fakultas Kesehatan Masyarakat)
Universitas Jember (Fakultas Kesehatan Masyarakat)
Kanker, Pembunuh Berdarah Dingin di Dunia
Kanker merupakan penyebab utama mortalitas di dunia (sekitar 13% dari
seluruh penyebab mortalitas), diperkirakan angka kejadian baru mencapai 12,7
juta kasus dan sekitar 7,9 juta kematian pada tahun 2008. Di Indonesia sendiri
untuk kejadian baru kanker mencapai 292.000 kasus dengan laju insidensi 145,9
per 100.000 penduduk dan kematian mencapai 98,2 per 100.00 penduduk (210.000 kematian)
pada tahun 2008 (International Agency for Research on Cancer, 2010).
Data di atas
sangatlah memprihatinkan melihat jumlah penyakit kanker yang semakin ganas
menyerang dunia, termasuk Indonesia. Kanker disebut juga pembunuh berdarah
dingin karena menyerang secara perlahan dan tanpa gejala spesifik sehingga
penderita terkadang tidak merasakan sakit yang parah. Dan ujungnya adalah baru
diketahui mengidap kanker saat penyakitnya sudah pada stadium lanjut. Di
stadium ini kemungkinan kanker dapat disembuhkan sangatlah kecil sehingga
menyebabkan tingginya angka kematian akibat kanker.
Mengapa kanker bisa semakin merajalela?
Jawaban yang memungkinkan yaitu adanya pola hidup yang bergeser dari pola
hidup yang sehat menjadi pola hidup yang tidak sehat. Menurut Danaei et al.
(2005) penyebab utama kanker adalah penggunaan alkohol, kelebihan berat badan
dan obesitas serta kurangnya aktivitas fisik. Di negara berkembang, faktor yang
paling dominan adalah kurangnya aktivitas fisik (10%), sedangkan di negara maju
faktor utamanya yaitu kelebihan berat badan dan obesitas (13%) dan penggunaan
alkohol (9%) serta aktivitas fisik yang kurang (9%).
Dari fakta
tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor gaya hidup sangat menentukan terjadinya
kanker. Perbedaan antara negara maju dengan negara berkembang dalam insidensi
kanker payudara juga dipengaruhi oleh perbedaan gaya hidup. Pola konsumsi serta
aktivitas yang berbeda antara masyarakat negara maju dengan negara berkembang
juga mendukung terjadinya kesenjangan insidensi kanker di antara negara-negara
tersebut.
Namun fakta
yang kini berkembang tidak hanya negara maju yang mengalami kejadian kanker
yang tinggi. Negara berkembang pun mulai mengikuti jejak negara maju, yang
tidak hanya mengikuti dalam hal positif, namun mengikuti keburukannya pula.
Gaya hidup modern yang identik dengan segala hal yang berbau instan menjadi
panutan sebagian masyarakat di negara-negara berkembang. Kanker yang dulunya
identik dengan penyakit “mahal’ yang hanya dialami oleh orang ekonomi kelas
atas, sekarang sudah tidak lagi. Kanker menjadi penyakit sejuta umat, mengutip
julukan Almarhum KH. Zaiduddin MZ, yang menyerang segala kalangan masyarakat di
Indonesia dan dunia.
Mahalnya Melawan Kanker
Kanker disebut penyakit “mahal” bukan hanya karena penyebabnya adalah
kebiasaan yang mahal dan pola hidup dari orang kaya saja, tapi juga karena
tidak murahnya pengobatan maupun pencegahan kanker. Selama ini berbagai upaya
telah dilakukan untuk mengobati kanker. Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan
gejala-gejalanya.
Pendekatan
medis untuk penatalaksanaan kanker payudara berubah dari tahun ke tahun
mengikuti agen sitotoksik yang baru dan contoh aktivitas anti tumornya (Perez,
1999). Kebanyakan orang akan memilih melakukan pembedahan. Pembedahan ini
sering digabungkan dengan perawatan lain seperti terapi radiasi, kemoterapi,
terapi hormon, dan atau terapi biologis (American Cancer Society, 2010).
Pembedahan dan
kemoterapi merupakan terapi yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Kemoterapi membutuhkan alat yang memadai serta tenaga yang ahli dalam
mengoperasikannya. Begitu pula dengan pembedahan yang membutuhkan tenaga medis
yang ahli. Hal tersebut akan berdampak pada biaya yang cenderung mahal. Selain
membutuhkan biaya yang besar, kemoterapi juga menimbulkan efek samping yang
merugikan tubuh penggunanya. Efek samping yang dapat muncul antara lain mual
dan muntah, rambut rontok (alopecia), menopause dini, kelelahan, infeksi, sakit
mulut dan tenggorokan, jari melemah, dan masalah daya ingat (Komen, 2009).
Mahal dan
berefek samping besar, menjadi ciri khas dari upaya penanggulangan kanker. Baik
itu dari segi pengobatan maupun pencegahannya. Jika dulu kanker masih diderita
oleh kalangan masyarakat menengah keatas, mungkin masih mampu untuk mengatasi
kemahalan pembiayaan pengobatan kanker. Tapi tentunya tidak mampu
menghindarkannya dari efek samping yang diderita.
Bagaimana jika
kanker diderita oleh masyarakat kalangan ekonomi bawah? Hal ini pasti akan
sangat memberatkan. Dua beban sekaligus akan dihadapi, yaitu biaya mahal
pengobatan yang tidak mungkin mampu untuk dipenuhi dan efek samping dari
pengobatan tersebut. Dan ujung dari permasalahan ini adalah tidak tertanganinya
pasien karena masalah biaya dan kematian menjadi akhir dari cerita penderita.
Tempe, Makanan Rakyat yang Sehat
Tempe merupakan makanan hasil olahan dari fermentasi kedelai yang umum
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bila kita bertanya secara acak pada orang
yang kita temui di Indonesia dan kita bertanya,”Apakah anda pernah mengkonsumsi
tempe?”, saya yakin hampir semua menjawab,”Pernah”. Tempe merupakan makanan
yang familiar bagi masyarakat Indonesia. Walaupun tempe menjadi hak milik
Jepang karena telah mematenkannya, namun tempe tidak lepas dari keidentikkannya
sebagai makanan rakyat yang murah meriah dan digemari masyarakat. Sebanyak 50%
dari kedelai Indonesia dikonsumsi dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam
bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe
rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg
(Astawan, 2005).
Pernahkan kita
memikirkan kandungan zat gizi yang terdapat dalam tempe? Ternyata walaupun
murah namun zat gizi dalam tempe tidak “murahan”. Tempe memiliki khasiat, bukan
hanya mampu mengenyangkan dan mengganjal perut masyarakat, yaitu mampu mencegah
kanker. Mungkin fakta ini kurang begitu populer di masyarakat, apalagi selama
ini tempe hanya menjadi makanan kelas dua.
Khasiat Tempe Sebagai Pencegah Kanker
Pada tempe banyak terdapat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti
halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavon adalah antioksidan yang sangat
dibutuhkan tubuh manusia yang berfungsi untuk menghentikan reaksi pembentukan
radikal bebas. Terdapat tiga jenis isoflavon di dalam tempe, yaitu daidzein,
glisitein, dan genistein. Antioksidan ini muncul pada saat terjadinya proses
fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus leteus dan Coreyne
bacterium. Beberapa penelitian membuktikan bahwa genistein dan fitoestrogen
yang terdapat pada tempe dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan
(aging) (Lamartiniere et al., 1992).
Sel kanker
merupakan sel ganas yang secara fisiologi telah mengalami perubahan secara
genetik sehingga terjadi proliferasi berlebihan dan penurunan apoptosis
(kematian sel) (Linchen et al., 2006). Apoptosis adalah mekanisme dimana sel
mengalami kematian akibat terjadinya kerusakan DNA. Apoptosis ini penting dalam
mekanisme normal untuk mengontrol jumlah sel dan proliferasi sel. Proliferasi
sel adalah pembelahan sel (cell division) dan pertumbuhan sel (cell growth)
(Schluter et al., 1993 dalam Widjaja, 2009).
Genistein dapat
menginduksi apoptosis pada kultur sel kanker yakni dengan cara meningkatkan
ekspresi protein Bax (Rumiyati, 2006). Sedangkan kandungan anti proliferasi
dari genistein mampu melakukan penghambatan melalui kinase yang berbeda dari
jalur proliferasi yang beragam (Qi et al., 2011). Mengingat adanya kandungan genistein
dalam tempe, maka tempe dapat berperan dalam peningkatan apoptosis dan
penurunan proliferasi sel kanker. Genistein inilah yang terkandung dalam tempe
dan menjadi senjata ampuh menghadapi kanker. Dalam tempe terkandung sebanyak
36, 15 mg/ 100 gram tempe mentah (Baghwat et al., 2008). Sebuah kadar yang
tinggi untuk sebuah zat gizi yang bermanfaat bagi pencegahan kanker.
Cara Tepat Konsumsi Tempe
Berdasarkan fakta yang sebelumnya disebutkan, bahwa rata-rata orang
Indonesia mengkonsumsi 6,45 kg tempe per tahun. Jika dikalikan dengan kadar
gensitein per 100 mg, maka orang Indonesia mengkonsumsi hingga 23,2 gram
genistein per tahun. Kadar ini akan mampu mencegah orang Indonesia dari
keganasan kanker. Namun bagaimana dengan kenyataannya? Kanker masih tetap merajalela
bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Apakah yang
salah dari fakta-fakta tersebut? Memang dari hasil beberapa penelitian yang
telah disebutkan sebelumnya menunjukkan mengkonsumsi tempe akan mampu mencegah
kanker. Namun terdapat beberapa perbedaan ketika dihadapkan dengan konsumsi
tempe di masyarakat. Tempe yang menjadi bahan penelitian adalah tempe mentah
yang segar dan belum diolah menjadi makanan yang dikonsumsi langsung oleh
masyarakat sehingga keaslian kandungannya masih terjaga. Berbeda dengan tempe
yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat yang telah berubah bentuk maupun rasanya,
termasuk pula kandungan zat gizi di dalamnya.
Tempe yang
dikonsumsi masyarakat umumnya diolah dengan cara digoreng. Upaya penggorengan
ini akan mengurangi kadar genistein dalam tempe. Hal ini membuat kemampuan
tempe untuk mencegah kanker juga menjadi berkurang. Selain itu, penggunaan
minyak goreng malah akan meningkatkan resiko terkena penyakit lain akibat
kolesterol di dalamnya. Apalagi minyak goreng yang digunakan berulang kali,
akan menjadi radikal bebas dalam tubuh yang justru akan memicu timbulnya
kanker.
Hal itulah
mengapa tempe walaupun banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia tapi tetap
menjadi penyakit yang semakin merajalela. Lalu, bagaimana seharusnya kita
mengkonsumsi tempe? Solusinya adalah mengolah tempe dengan cara dikukus.
Pengukusan adalah cara yang saat ini masih paling tepat untuk mengolah makanan
tanpa mengurangi kandungan gizi makanan tersebut, termasuk tempe. Dengan
mengukus tempe, kandungan genistein tetap berada dalam tempe walaupun secara
mikroskopis berkurang namun tidak signifikan. Kandungan genistein yang utuh
akan mampu bekerja dalam tubuh untuk menangkal timbulnya kanker melalui
penginduksian apoptosis dan penghambatan sel kanker.
Ke depan, perlu
dilakukan lebih banyak penelitian mengenai efek tempe terhadap kanker dan
tentang pengolahan tempe yang paling efektif dalam upaya pencegahan kanker.
Setelah ditemukan bentuk tempe yang paling baik menjadi pencegah kanker, maka
sosialisasi gerakan “Makan Tempe” perlu dilakukan agar angka kejadian kanker
dan kematian akibat kanker di Indonesia menurun dan kesehatan serta
kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin meningkat.
Referensi :
·
American Cancer Society. 2010. Breast Cancer Facts and
Figures 2009-2010. United States of America : American Cancer Society.
·
Astawan, Made. 2005. Tempe : Cegah Penuaan &
Kanker Payudarahttp://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_tempe2.php..
·
Bhagwat, S., Haytowitz, D.B., & Holden, J.M.
2008. USDA Database for the Isoflavone Content of Selected Foods Release 2.0.
USA : Agricultural Research Service, United States Department of Agriculture.
·
Danaei, Hoorn, Lopez, Murray, & Ezzati. 2005.
Causes of Cancer in the World : Comparative Risk Assessment of Nine Behavioural
and Environmental Risk Factors. Lancet 2005.
·
International Agency for Research on Cancer. 2010.
Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) 2008
·
Komen, Susan G. 2009. Chemotherapy and Side Effects.http://ww5.komen.org/uploadedFiles/Content/BreastCancer/OnlineResources/Education/Chemotherapy%20and%20Side%20Effects.pdf
·
Lamartiniere, C.A., & Holland, M.B. 1992. Neonatal
Diethylstilbestrol Prevents Spontaneously Developing Mammary Tumors. New York :
Springer Verlag.
·
Linchen, Li., & William, B. 2006. Normal Stem
Cells and Cancer Stem Cells : The Niche Matters. Cancer Research.
·
Perez, E.A. 1999. Current Management of Metastatic
Breast Cancer. Seminar in Oncology 1999.
·
Qi., Weber, Wasland & Savkovic. 2011. Genistein
Inhibits Proliferation of Colon Cancer Cells by Attenuating A Negative Effect
of Epidermal Growth Factor on Tumor Suppressor FOXO3 Activity. BioMed Central
Ltd.
·
Widjaja, Nani. 2009. Pengaruh Alpinia galanga
(Lengkuas) Terhadap Aktivitas Proliferasi Sel dan Indeks apoptosis pada
Adenokarsinoma Mamma Mencit C3H. Semarang : Universitas Diponegoro.
SSemua tulisan diatas diambil dari : http://agromedia.net/essay/tempe-makanan-rakyat-pencegah-kanker.html
No comments:
Post a Comment