Wednesday 6 June 2012

Gizi Buruk Pada Balita

A.  Gizi Buruk pada Balita
Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dikatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya dibawah standar rata- rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Secara umum gizi buruk pada bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan mental lemah. Di lain pihak anak gizi buruk rentan terhadap penyakit karena menurunnya daya tahan tubuh.
Sedangkan penyebab gizi buruk diantaranya :
1.        Pola pemberian ASI dan MP- ASI
Pola pemberian ASI dan MP- ASI, merupakan salah satu penyebab utama gangguan pertumbuhan pada balita.
2.        Interaksi ibu dan anak
Interaksi ibu dan anak berhubungan positif dengan keadaan gizi ana. Anak yang mendapatkan perhatian lebih baik secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapatkan senyuman, mendapat respon ketika berceloteh dan mendapatkan makanan yang seimbang, maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan teman sebayanya yang kurang mendapatkan perhatian orang tua.
3.        Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa konseling terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh pada status pertumbuhan anak seperti:
a.         pemantauan berat badan balita di posyandu
b.         pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi bulan februari dan agustus
c.         kunjungan neonatal
d.        imunisasi pada bayi
4.        Kesehatan lingkungan
Masalah gizi timbul bukan hanya karena dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Kesehatan yang baik seperti penyediaan air bersih dan PHBS akan mengurangi akan mengurangi penyakit infeksi. Scrimshaw et al (1959) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanismenya bermacam-macam baik sendiri-sendiri maupun bersamaan yaitu :
a.         penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit
b.         peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual /muntah dan perdarahan yang terus menerus
c.        meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host) dan parasit yang terdapat dalam tubuh
5.        ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga
status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat keluarga dan jika tidak cukup dapat dipastikan konsumsi anggota keluarga tidak terpenuhi.
Faktor predisposisi
a.         kemiskinan
b.         kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang
c.         pola asuh yang salah
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3faktor penyebab gizi buruk, yaitu :
a.         Keluarga miskin
b.         Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
c.        Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: Jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Sedangkan menurut UNICEF (1988), ada 2 faktor penyebab utama, antara lain :
a.         Penyebab Langsung : Asupan Makanan, Infeksi Penyakit
b.   Penyebab Tidak Langsung : Pola Asuh Anak, Ketersediaan Pangan, Layanan Kesehatan/ Sanitasi.

Adapun tanda dan gejala dari gizi buruk diantaranya adalah : 1) Nafsu makan menurun; 2) Anak tampak kurus; 3) Wajah seperti orang tua; 4) Kulit keriput; 5) Anak cengeng dan rewel; 6) Rambut kusam dan merah, mudah dicabut; 7) Mata Sayu. Untuk menegakkan diagnosa gizi buruk bukan hanya dilihat dari tanda dan gejala, namun juga dengan mengukur status gizinya. Ada beberapa cara mengukur status gizi pada balita. Dan berdasarkan klasifikasi dari Standard Harvard menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2003. Yaitu standar yang dikembangkan untuk mengukur status gizi anak disesuaikan dengan kondisi anak-anak dari negara-negara Asia dan Afrika. Termasuk Indonesia, klasifikasi status gizi anak didasarkan pada 50 percentile dari 100% standar Harvard. Dibawah ini akan diuraikan 4 macam cara pengukuran yang sering dipergunakan di bidang gizi masyarakat serta klasifikasinya :
1.        Berat Badan Per Umur
a.         Gizi baik adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umurnya lebih dari 89% standar Harvard.
b.         Gizi kurang adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umur berada diantara 60,1-80 % standar Harvard.
c.         Gizi buruk adalah apabila berat badan bayi / anak menurut umurnya 60% atau kurang dari standar Harvard.
2.        Tinggi Badan Menurut Umur
Pengukuran status gizi bayi dan anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur, juga menggunakan modifikasi standar Harvard dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut
a.         Gizi baik yakni apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya lebih dari 80% standar Harvard.
b.         Gizi kurang, apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya berada diantara 70,1-80 % dari standar Harvard.
c.         Gizi buruk, apabila panjang / tinggi badan bayi / anak menurut umurnya kurang dari 70% standar Harvard.
3.        Berat Badan Menurut Tinggi
Pengukuran berat badan menurut tinggi badan itu diperoleh dengan mengkombinasikan berat badan dan tinggi badan per umur menurut standar Harvard. Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
a.         Gizi baik, apabila berat badan bayi / anak menurut panjang / tingginya lebih dari 90% dari standar Harvard.
b.         Gizi kurang, bila berat bayi / anak menurut panjang / tingginya berada diantara 70,1-90 % dari standar Harvard.
c.         Gizi buruk apabila berat bayi / anak menurut panjang / tingginya 70% atau kurang dari standar Harvard.
Tabel 1. Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur (usia 0-5 tahun,   jenis kelamin tidak dibedakan)
Umur
Berat (Kg)
Tinggi
Tahun
Bulan
Normal
Kurang
Buruk
Normal
Kurang
Buruk
(Baku 80%)
(Baku 60 %)
Baku
(Baku 80 %)
(Baku 60 %)
Baku
0
-
3,4
2,7
2
50,5
43
35

1
4,3
3,4
2,5
55
46
38

2
5
4
2,9
58
49
40,5

3
5,7
4,5
3,4
60
51
42

4
6,3
5
3,8
62
53,5
43,5

5
6,9
5,5
4,2
64,5
54,5
45

6
7,4
5,9
4,5
66
56
46

7
8
6,3
4,9
67,5
57,5
47

8
8,4
6,7
5,1
69
59
48,5

9
8,9
7,1
5,3
70
60
49,5

10
9,3
7,4
5,5
72
61,5
50,5

11
9,6
7,7
5,8
73,5
63
51,5
1
0
9,9
7,9
6
74,5
64,5
52,5

3
10,6
8,5
6,4
78
65,5
54,5

6
11,3
9
6,8
81,5
70
57

9
11,9
9,6
7,2
84,5
72
60
2
0
12,4
9,9
7,5
87
74
61

3
12,9
10,5
7,8
88,5
76
62,5

6
13,5
11,2
8,1
92
78
64

9
14
11,7
8,4
94
80
66,5
3
0
14,5
11,9
8,7
96
82
67

3
15
12
9
98
83,5
88,5

6
15,5
12,4
9,3
99,5
84,5
70

9
16
12,9
9,6
101,5
85,5
71
4
0
16,5
13,2
9,9
103,5
87,5
72

3
17
13,6
10,2
105
89,5
73,5

6
17,4
14
10,6
107
90
74,5

9
17,9
14,4
10,8
108
91,5
75,5
5
0
18,4
14,7
11
109
92,5
76
Sumber: Pedoman Ringkas Pengukuran Antropometri, hlm. 18


Penanganan gizi buruk pada balita, diantaranya adalah : 1) Beri makanan yang seimbang; 2) Beri ASI pada anak baru lahir sampai 2 tahun; 3) Minum obat cacing setiap 6 bulan  sekali; 4) Jaga kebersihan rumah dan lingkungan; 5) Beri makanan sedikit tapi sering; 6) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan; 7)  Ikuti program posyandu setempat, pemberian vitamin; 8) Makan makanan gizi seimbang secara teratur; 9) Perbanyak minum air putih.
Sedangkan upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menimbang secara rutin dan menjaga kondisi gizi balita dengan baik untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak:
1.        Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2.        Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3.        Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4.        Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5.        Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
KEPUSTAKAAN
Ahmad Djaeni Sediaoetama. 1985. Faktor Gizi. Jakarta: Bhatara Karya Akbar.
Ahmad Djaeni Sediaoetama. 2000. ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Bhatara Karya Akbar.

Badan Pusat statistik tahun 2003 tentang Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2003. Semarang.

Badan Pusat Statistik tahun 2005 tentang Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo dalam Angka. 2006. Wonosobo.

Deddy Muchtadi. 1996. Gizi Untuk Bayi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo tahun 2005/2006 tentang Grafik Perkembangan Status Gizi Balita Kabupaten Wonosobo. 2006.Wonosobo.

I Dewa Nyoman Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Kartasapoetra, G dan Marsetyo. 2001. Ilmu Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers. 1984.Kemiskinan dan Kebutuhan pokok. Jakarta: Rajawali.

Pandji Anoraga. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Sajogyo, dkk. 1994. Gizi yang Merata. Yogyakarta: UGM Press.

Sjahmien Moehji. 1995. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta: Bharata.

Soegeng Santoso dan Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka cipta.

No comments:

Post a Comment